cover
Contact Name
Anisa Anisa
Contact Email
anisa@ftumj.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.nalars@ftumj.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
NALARs
ISSN : 14123266     EISSN : 25496832     DOI : -
Core Subject : Engineering,
NALARs is an architecture journal which presents articles based on architectural research in micro, mezo and macro. Published articles cover all subjects as follow: architectural behaviour, space and place, traditional architecture, digital architecture, urban planning and urban design, building technology and building science.
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012" : 12 Documents clear
DESAIN INTERIOR PERSINGGAHAN TRANSPORTASI PUBLIK SEBAGAI ALAT REKOGNISI TEMPAT (PENGAMATAN STASIUN MASS RAPID TRANSIT DI SINGAPURA) Aqli, Wafirul
Nalars Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK.Persinggahan transportasi publik seperti halte bus, terminal, dermaga, pelabuhan laut maupun udara memiliki fitur yang dapat membantu pengguna atau penumpang moda transportasi tersebut untuk bernavigasi menentukan rute perjalanan sekaligus mencari jalan ke tempat tujuannya. Fitur tersebut adalah penanda tertulis atau grafis berupa signage yang informatif bagi pengguna/penumpang. Yang menjadi permasalahan adalah apabila signage yang tersedia tidak dapat direspon oleh pengguna moda transportasi karena memiliki keterbatasan fungsi indera. Lingkungan yang paling dekat dengan pengguna ketika tidak dapat membaca signage yang ada adalah dengan melihat bentukan desain interior persinggahan yang ada. Dalam tulisan ini penulis mencoba mengamati bagaimana desain interior dalam studi kasus stasiun transportasi massal di Singapura, SMRT dapat menjadi penanda kawasan yang dapat dibaca sebagai alternatif selain signage yang ada. Hasil dari pengamatan tersebut dirumuskan ke dalam ciri-ciri utama yang dapat dikembangkan konsepnya menjadi instrumen pananda kawasan selain hanya sekedar pemanis ruang dalam. Kata Kunci: Penanda, Desain Interior, Stasiun MRT. ABSTRACT. Transit facilities in public transport services such as bus stop, bus terminal, boat pier and port, or airport have feature that can help the users to navigate their journey. That feature formed as a written signage or illustrated graphically which informative to the users. This signage feature become not functioning when if the users cannot respond the notification appear on the signage caused by their sensory disability. The closest element in the built environment which can directly scanned by disabled users are the interior surround them. observed in this article about how the design in some sample stations from Singapore Mass Rapid Transit system, can become an alternate signage-function. This observation result is in form of definitive characteristic of the interior design, which can developed as a signage design concept. Key words: Signage, Interior Design, MRT Station.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOTA BARU DI INDONESIA: Antara Fasilitasi Bisnis dan Pelayanan Publik Siregar, M Jehansyah
Nalars Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT. The development of new-town in Indonesia have been initiated since 1950s through the development of Kebayoran Baru newtown as a satellite city in Southern Jakarta. Subsequently, a number of new-town were then built in Klender and Depok and in urban fringe area of other metropolitan like Surabaya and Medan. Hitherto, new-town development are then dominated by private developers, including industrial new-town development. In other side, various problems were occured in those new-town related to spatial planning, infrastructure and social and public facilities management issues. Through policy analysis on various documents, policy dialog notes and media analysis, it were found that there is an obscure policy direction in new-town development, both in national and local government levels, whether it is focused in business facilitation or it is focused in public service initiatives. As recommendations for next study and research, an obscure of policy direction is led to the need of strengthtened legal framework, capacity building and institutional development on new-town development in Indonesia. Keywords: new town, policy direction, Indonesia ABSTRAK. Pembangunan kota-kota baru di Indonesia pada dasarnya sudah dimulai sejak masa awal kemerdekaan, yaitu dengan dibangunnya Kota Kebayoran Baru sebagai kota satelit di sebelah Selatan dari Kota Jakarta. Selanjutnya, beberapa kota baru berupa permukiman terpadu skala besar dibangun oleh Perumnas seperti di Klender dan Depok. Pada perkembangannya hingga kini, pembangunan kota-kota baru lebih didominasi oleh usaha bisnis properti yang dilakukan oleh para pengembang swasta. Di sisi lain, beragam permasalahan bermunculan yang terkait dengan isu-isu penataan ruang dan pengelolaan pelayanan prasarana dasar dan fasilitas sosial dan umum di kota-kota baru tersebut. Berdasarkan analisis perkembangan kebijakan yang bersumber dari dokumen-dokumen rencana, catatan dari beberapa diskusi publik dan analisis media, dijumpai bahwa ada ketidakjelasan arah kebijakan pembangunan kota-kota baru, apakah lebih difokuskan kepada pelayanan bisnis properti atau perlu kembali ditekankan pada aspek pelayanan publik. Sebagai rekomendasi, adanya ketidakjelasan arah kebijakan ini menghantarkan pada perlunya dilakukan penguatan-penguatan pada aspek kerangka peraturan, peningkatan kapasitas dan pengembangan konsep dan sistem kelembagaan pembangunan kota-kota baru di Indonesia. Kata-kata kunci: kota baru, arah kebijakan, Indonesia.
PERKEMBANGAN ARSITEKTUR MESJID WALISONGO DI JAWA : PERUBAHAN RUANG DAN BENTUK Ashadi, Ashadi
Nalars Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Seiring dengan perkembangan jaman dan semakin meningkatnya kebutuhan-kebutuhan masyarakat muslim, arsitektur mesjid sebagai sarana tempat ibadah umat Islam cenderung pula mengalami perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan ini terjadi pula pada mesjid-mesjid awal perkembangan Islam di Jawa yang pada umumnya disangkutpautkan dengan para mubaligh Wali Songo. Dengan pendekatan historis, tulisan ini berusaha memperlihatkan perubahan-perubahan ruang dan bentuk dalam arsitektur mesjid Wali Songo melalui tema-tema keruangan dan modernitas. Kata kunci : Keruangan memusat, tradisionalitas, modernitas ABSTRACT. As period of time changes all the time and as the needs of moslem community had increased, an architecture of mosque as a prayer facility for moslem has tend to be changed as well. Those changes had happened to mostly mosques within early Islam development in Java, which generally had been related to “Wali Songo”. By using historical approach, this paper is trying to seek the changes of architectural space and form within architecture of Wali Songo’s mosque through spatial themes and modernity.  Keywords : centered space, traditionality, modernity
SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN PENGARUHNYA TERHADAP ARSITEKTUR BALI Budihardjo, Rachmat
Nalars Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Membicarakan sistem pemerintahan kerajaan di Bali, tidak bisa dilepaskan oleh adanya pengaruh agama Hindu. Konsep Negara Klasik di Indonesia dipengaruhi oleh dua pusat peradaban yaitu India dan Cina, khususnya mengenai masalah kosmis-magis, angka-angka, benda keramat, para pemimpin, geografi, posisi dan lain-lain. Sistem pemerintahan kerajaan di Bali berawal dari sejak zaman Bali Kuno sampai dengan zaman Awal Kemerdekaan. Puncak kejayaannya terjadi pada zaman Majapahit atau setelah adanya ekspedisi patih Gajah Mada berhasil menaklukkan Bali. Pengaruh agama Hindu, terutama setelah kedatangan Pendeta dari Jawa Timur : Empu Kuturan dan Dang Hyang Nirartha / Dang Hyang Dwijendra sangat mendominasi pada perkembangan dan perbaikan segi-segi kehidupan dan sistem pemerintahan kerajaan di Bali, termasuk perkembangan arsitekturnya baik pada jenis bangunan Parahyangan, Pawongan ataupun Palemahan. Pada mulanya keraton di Bali disebut dengan “Pura” seperti : Linggarsa Pura (Samprangan, Gianyar), Sweca Pura (Gelgel) dan Semara Pura (Klungkung), setelah beberapa generasi kekuasaan di Klungkung dilakukanlah perubahan sebutan : Pura untuk fungsi bangunan Kahyangan / Suci dan Puri untuk fungsi bangunan Pawongan / Keraton.  Kata Kunci: sistem pemerintahan, kerajaan, arsitektur Bali ABSTRACT.  Talking about the royal government system in Bali, it cannot be separated  by the influence of Hindu religion. The concept of classic country in Indonesia had been affected by the two centers of civilization, namely Indian and China, particularly on the issue of cosmic-magical, numbers and figures, sacred objects, leaders, geography, and other positions. System of royal government in Bali had began from the days of the Ancient Bali to Early Independence era. The peak of the victory had occured at the era of Majapahit  after the expedition of Gajah Mada in conquering Bali. Influence of Hindu religion, especially after the arrival of Reverend from East Java: Empu Kuturan and Dang Hyang Nirartha / Dang Hyang Dwijendra was very dominating on the development and improvement of aspect of life and system of royal government in Bali. The influence also affected the development of architecture in both building types Parahyangan, Pawongan or Palemahan. At early time, mostly palaces in Bali have called "Pura" such as: Linggarsa Pura (Samprangan, Gianyar), Sweca Pura (Gelgel) and Semara Pura (Klungkung), after several generations of power in Klungkung have undertaken designation change: Pura for building which has a function as a sacred place/ Kahyangan and  Puri for building which has function for Pawongan building/ palace. Keywords: system of government, royal, architecture of Bali
TIPOLOGI KONVERSI BANGUNAN TUA DI PUSAT KOTA STUDI KASUS PECINAN DI SINGAPURA DAN PETAK SEMBILAN DI JAKARTA Purwantiasning, Ari Widyati; Mauliani, Lily; Aqli, Wafirul
Nalars Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Sebuah bangunan tua biasanya akan terbengkalai. Hal ini menjadi masalah utama sebuah pusat kota, karena selain mengganggu wajah kota juga akan merusak penampilan sebuah kota ataupun membuat sebuah bangunan tidak layak huni sebagaimana mesinya. Keberadaan sebuah bangunan tua sebaiknya menjadikannya aikon sebuah kota bersejarah.  Salah satu usaha dalam mengaplikasikan konsep konservasi adalah dengan mengkonversikan sebuah bangunan tua menjadi fungsi baru yang lebih bermanfaat baik bagi pengguna bangunan maupun bagi lingkungan sekitarnya.  Perubahan fungsi sebuah bangunan tua dikenal juga sebagai konsep konversi bangunan tua. Tujuan dari konsep ini adalah untuk mencari fungsi yang lebih layak huni bagi bangunan tua tersebut baik secara ekonomi maupun efisiensi dalam pemeliharaannya, sehingga bangunan-bangunan tua tersebut tidak lagi terbengkalai dan tidak terawat lagi. Pada kenyataannya, konsep konversi bangunan tua dipilih sebagai salah satu upaya dalam konservasi bangunan karena terlihat bahwa fungsi bangunan-bangunan tua tersebut tidak lagi layak dan sesuai bila dipertahankan.   Kata kunci: konversi, konservasi, bangunan tua, pecinan ABSTRACT. An unoccupied old building, usually will be neglected. This will become a major issue in city center, either will interfere the face as well as the image of the city or will make the building is not worth anymore. The existence of an old building should become an icon of the historic city. One of an application in applying the concept of conservation is by converting the old building into a new function which more useful either for the people or the environment.  The changing and make over the function of an old building has been known as a conversion of an old building. The goal of this concept is to find a feasible use of the building economically and efficiently in maintenance, thus the building will be not neglected and remain untreated anymore. In fact, the concept of building conversion has been selected as a conservation effort because it has been seen that the function of old building is no longer approriated if retained.  Keywords: conversion, conservation, old buildings, china town
PENGARUH ASPEK EKSTERNAL PADA RUMAH MELAYU TRADISIONAL DI KOTA SAMBAS KALIMANTAN BARAT Zain, Zairin
Nalars Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Fungsi rumah secara fisik untuk mempertahankan hidup mereka dari ancaman lingkungan seperti iklim dan cuaca atau hewan liar, sementara rumah juga sebagai diperuntukkan untuk kebutuhan rohani mereka dengan memfasilitasi interaksi antara penghuni di rumah atau interaksi dengan orang di luar rumah. Kebutuhan rohani di sini juga berarti bahwa rumah adalah tempat penampungan untuk mencapai kebahagiaan keluarga. Sebuah rumah memiliki fungsi sebagai tempat tinggal bagi penghuni dari pengaruh langsung fisik dari perubahan lingkungan seperti iklim atau cuaca. Penelitian ini dilakukan terhadap 3 (tiga) kasus rumah tradisional di kota Sambas yang dijadikan sebagai kasus penelitian. Lokasi ketiga kasus tersebut terletak di kampung Dalam Kaum sebanyak 1 (satu) rumah Potong Kawat (kasus II) dan kampung Tanjung Mekar sebanyak 2 (dua) buah rumah yaitu potong Limas (kasus I) dan Potong Godang (kasus III). Rumah Melayu tradisional di kota Sambas telah dirancang menyesuaikan dengan persyaratan iklim lokal yang menggunakan perangkat kontrol terhadap pengaruh sinar matahari langsung dan bahan kapasitas termal rendah. Penyesuaian-penyesuaian yang ditemukan di rumah-rumah tradisional Melayu di kota Sambas dalam penggunaan bahan dan desain yang mampu mengurangi pengaruh diterima dengan mengendalikan pemanasan, pendinginan, kelembaban dan menstabilkan lingkungan internal. Penggunaan material panas yang rendah di semua bagian rumah Melayu tradisional di kota Sambas mampu mengendalikan pemanasan yang berlebihan di dalam rumah pada siang hari dan juga oleh desain yang cocok digunakan untuk menjaga kehangatan pada malam hari atau musim hujan. Kata kunci : rumah Melayu tradisional, faktor ekternal, keawetan struktur, kenyamanan termal ABSTRACT. Function of a house is physically  to preserve human lives from the environmental threats such as climate, bad weather or wild animals, while the house as well to accomodating for their spiritual needs by facilitating the interaction between the occupants inside the house or the interaction with people outside the home. The spiritual needs here is also means that the house as a shelter for the family happiness. A house has a function as a residence for the occupants from the direct physical influences of the environment such as the climate change or weather. The research was conducted on 3 (three) cases of the traditional Malay houses that serve as cases on this study. Three cases and its location site which were choosed as samples is in the following: 1 sample in the village of Dalam Kaum for  Potong Kawat or the Kawat shape (as case II) and 2 samples were choosen in the village of Tanjung Mekar for Potong Limas or the Limas shape (as case I) and Potong Godang or Godang shape (as case III). The traditional Malay dwellings in the town of Sambas have been designed with adjustment to the local conditions of climatic by using a control device to the direct effects of sunlight and by the materials of low thermal capacity. Adjustments are found in the traditional Malay houses in the town of Sambas with the use of low thermal capacity materials that can reduce the received impacts  by controlling the heating, cooling, moisture and also stabilize the internal environment inside the house. The use of material with low thermal capacity in all parts of the traditional Malay house in the town of Sambas is able to control excessive heating in the house during the day and its also caused by a suitable design to keep the warmly conditions at night or in the rainy season. Keywords : traditional Malay dwellings, external factors, structure durability,thermal comfort
DESAIN INTERIOR PERSINGGAHAN TRANSPORTASI PUBLIK SEBAGAI ALAT REKOGNISI TEMPAT (PENGAMATAN STASIUN MASS RAPID TRANSIT DI SINGAPURA) Wafirul Aqli
NALARs Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.11.2.%p

Abstract

ABSTRAK.Persinggahan transportasi publik seperti halte bus, terminal, dermaga, pelabuhan laut maupun udara memiliki fitur yang dapat membantu pengguna atau penumpang moda transportasi tersebut untuk bernavigasi menentukan rute perjalanan sekaligus mencari jalan ke tempat tujuannya. Fitur tersebut adalah penanda tertulis atau grafis berupa signage yang informatif bagi pengguna/penumpang. Yang menjadi permasalahan adalah apabila signage yang tersedia tidak dapat direspon oleh pengguna moda transportasi karena memiliki keterbatasan fungsi indera. Lingkungan yang paling dekat dengan pengguna ketika tidak dapat membaca signage yang ada adalah dengan melihat bentukan desain interior persinggahan yang ada. Dalam tulisan ini penulis mencoba mengamati bagaimana desain interior dalam studi kasus stasiun transportasi massal di Singapura, SMRT dapat menjadi penanda kawasan yang dapat dibaca sebagai alternatif selain signage yang ada. Hasil dari pengamatan tersebut dirumuskan ke dalam ciri-ciri utama yang dapat dikembangkan konsepnya menjadi instrumen pananda kawasan selain hanya sekedar pemanis ruang dalam. Kata Kunci: Penanda, Desain Interior, Stasiun MRT. ABSTRACT. Transit facilities in public transport services such as bus stop, bus terminal, boat pier and port, or airport have feature that can help the users to navigate their journey. That feature formed as a written signage or illustrated graphically which informative to the users. This signage feature become not functioning when if the users cannot respond the notification appear on the signage caused by their sensory disability. The closest element in the built environment which can directly scanned by disabled users are the interior surround them. observed in this article about how the design in some sample stations from Singapore Mass Rapid Transit system, can become an alternate signage-function. This observation result is in form of definitive characteristic of the interior design, which can developed as a signage design concept. Key words: Signage, Interior Design, MRT Station.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOTA BARU DI INDONESIA: Antara Fasilitasi Bisnis dan Pelayanan Publik M Jehansyah Siregar
NALARs Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.11.2.%p

Abstract

ABSTRACT. The development of new-town in Indonesia have been initiated since 1950s through the development of Kebayoran Baru newtown as a satellite city in Southern Jakarta. Subsequently, a number of new-town were then built in Klender and Depok and in urban fringe area of other metropolitan like Surabaya and Medan. Hitherto, new-town development are then dominated by private developers, including industrial new-town development. In other side, various problems were occured in those new-town related to spatial planning, infrastructure and social and public facilities management issues. Through policy analysis on various documents, policy dialog notes and media analysis, it were found that there is an obscure policy direction in new-town development, both in national and local government levels, whether it is focused in business facilitation or it is focused in public service initiatives. As recommendations for next study and research, an obscure of policy direction is led to the need of strengthtened legal framework, capacity building and institutional development on new-town development in Indonesia. Keywords: new town, policy direction, Indonesia ABSTRAK. Pembangunan kota-kota baru di Indonesia pada dasarnya sudah dimulai sejak masa awal kemerdekaan, yaitu dengan dibangunnya Kota Kebayoran Baru sebagai kota satelit di sebelah Selatan dari Kota Jakarta. Selanjutnya, beberapa kota baru berupa permukiman terpadu skala besar dibangun oleh Perumnas seperti di Klender dan Depok. Pada perkembangannya hingga kini, pembangunan kota-kota baru lebih didominasi oleh usaha bisnis properti yang dilakukan oleh para pengembang swasta. Di sisi lain, beragam permasalahan bermunculan yang terkait dengan isu-isu penataan ruang dan pengelolaan pelayanan prasarana dasar dan fasilitas sosial dan umum di kota-kota baru tersebut. Berdasarkan analisis perkembangan kebijakan yang bersumber dari dokumen-dokumen rencana, catatan dari beberapa diskusi publik dan analisis media, dijumpai bahwa ada ketidakjelasan arah kebijakan pembangunan kota-kota baru, apakah lebih difokuskan kepada pelayanan bisnis properti atau perlu kembali ditekankan pada aspek pelayanan publik. Sebagai rekomendasi, adanya ketidakjelasan arah kebijakan ini menghantarkan pada perlunya dilakukan penguatan-penguatan pada aspek kerangka peraturan, peningkatan kapasitas dan pengembangan konsep dan sistem kelembagaan pembangunan kota-kota baru di Indonesia. Kata-kata kunci: kota baru, arah kebijakan, Indonesia.
PERKEMBANGAN ARSITEKTUR MESJID WALISONGO DI JAWA : PERUBAHAN RUANG DAN BENTUK Ashadi Ashadi
NALARs Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.11.2.%p

Abstract

ABSTRAK. Seiring dengan perkembangan jaman dan semakin meningkatnya kebutuhan-kebutuhan masyarakat muslim, arsitektur mesjid sebagai sarana tempat ibadah umat Islam cenderung pula mengalami perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan ini terjadi pula pada mesjid-mesjid awal perkembangan Islam di Jawa yang pada umumnya disangkutpautkan dengan para mubaligh Wali Songo. Dengan pendekatan historis, tulisan ini berusaha memperlihatkan perubahan-perubahan ruang dan bentuk dalam arsitektur mesjid Wali Songo melalui tema-tema keruangan dan modernitas. Kata kunci : Keruangan memusat, tradisionalitas, modernitas ABSTRACT. As period of time changes all the time and as the needs of moslem community had increased, an architecture of mosque as a prayer facility for moslem has tend to be changed as well. Those changes had happened to mostly mosques within early Islam development in Java, which generally had been related to “Wali Songo”. By using historical approach, this paper is trying to seek the changes of architectural space and form within architecture of Wali Songo’s mosque through spatial themes and modernity.  Keywords : centered space, traditionality, modernity
SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN PENGARUHNYA TERHADAP ARSITEKTUR BALI Rachmat Budihardjo
NALARs Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.11.2.%p

Abstract

ABSTRAK. Membicarakan sistem pemerintahan kerajaan di Bali, tidak bisa dilepaskan oleh adanya pengaruh agama Hindu. Konsep Negara Klasik di Indonesia dipengaruhi oleh dua pusat peradaban yaitu India dan Cina, khususnya mengenai masalah kosmis-magis, angka-angka, benda keramat, para pemimpin, geografi, posisi dan lain-lain. Sistem pemerintahan kerajaan di Bali berawal dari sejak zaman Bali Kuno sampai dengan zaman Awal Kemerdekaan. Puncak kejayaannya terjadi pada zaman Majapahit atau setelah adanya ekspedisi patih Gajah Mada berhasil menaklukkan Bali. Pengaruh agama Hindu, terutama setelah kedatangan Pendeta dari Jawa Timur : Empu Kuturan dan Dang Hyang Nirartha / Dang Hyang Dwijendra sangat mendominasi pada perkembangan dan perbaikan segi-segi kehidupan dan sistem pemerintahan kerajaan di Bali, termasuk perkembangan arsitekturnya baik pada jenis bangunan Parahyangan, Pawongan ataupun Palemahan. Pada mulanya keraton di Bali disebut dengan “Pura” seperti : Linggarsa Pura (Samprangan, Gianyar), Sweca Pura (Gelgel) dan Semara Pura (Klungkung), setelah beberapa generasi kekuasaan di Klungkung dilakukanlah perubahan sebutan : Pura untuk fungsi bangunan Kahyangan / Suci dan Puri untuk fungsi bangunan Pawongan / Keraton.  Kata Kunci: sistem pemerintahan, kerajaan, arsitektur Bali ABSTRACT.  Talking about the royal government system in Bali, it cannot be separated  by the influence of Hindu religion. The concept of classic country in Indonesia had been affected by the two centers of civilization, namely Indian and China, particularly on the issue of cosmic-magical, numbers and figures, sacred objects, leaders, geography, and other positions. System of royal government in Bali had began from the days of the Ancient Bali to Early Independence era. The peak of the victory had occured at the era of Majapahit  after the expedition of Gajah Mada in conquering Bali. Influence of Hindu religion, especially after the arrival of Reverend from East Java: Empu Kuturan and Dang Hyang Nirartha / Dang Hyang Dwijendra was very dominating on the development and improvement of aspect of life and system of royal government in Bali. The influence also affected the development of architecture in both building types Parahyangan, Pawongan or Palemahan. At early time, mostly palaces in Bali have called "Pura" such as: Linggarsa Pura (Samprangan, Gianyar), Sweca Pura (Gelgel) and Semara Pura (Klungkung), after several generations of power in Klungkung have undertaken designation change: Pura for building which has a function as a sacred place/ Kahyangan and  Puri for building which has function for Pawongan building/ palace. Keywords: system of government, royal, architecture of Bali

Page 1 of 2 | Total Record : 12


Filter by Year

2012 2012


Filter By Issues
All Issue Vol 22, No 2 (2023): NALARs Volume 22 Nomor 2 Juli 2023 Vol 22, No 1 (2023): NALARs Volume 22 Nomor 1 Januari 2023 Vol 21, No 2 (2022): NALARs Volume 21 Nomor 2 Juli 2022 Vol 21, No 1 (2022): NALARs Volume 21 Nomor 1 Januari 2022 Vol 20, No 2 (2021): NALARs Volume 20 Nomor 2 Juli 2021 Vol 20, No 1 (2021): NALARs Volume 20 Nomor 1 Januari 2021 Vol 19, No 2 (2020): NALARs Volume 19 Nomor 2 Juli 2020 Vol 19, No 1 (2020): NALARs Volume 19 Nomor 1 Januari 2020 Vol 18, No 2 (2019): NALARs Volume 18 Nomor 2 Juli 2019 Vol 18, No 1 (2019): NALARs Volume 18 Nomor 1 Januari 2019 Vol 17, No 2 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 2 Juli 2018 Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018 Vol 16, No 2 (2017): NALARs Volume 16 Nomor 2 Juli 2017 Vol 16, No 1 (2017): NALARs Vol 16 No 1 Januari 2017 Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016 Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016 Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016 Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016 Vol 14, No 2 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 2 Juli 2015 Vol 14, No 2 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 2 Juli 2015 Vol 14, No 1 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 1 Januari 2015 Vol 14, No 1 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 1 Januari 2015 Vol 13, No 2 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 2 Juli 2014 Vol 13, No 2 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 2 Juli 2014 Vol 13, No 1 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 1 Januari 2014 Vol 13, No 1 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 1 Januari 2014 Vol 13, No 2 (2014): Jurnal Arsitektur NALARs Volume 13 Nomor 2 Vol 12, No 2 (2013): Nalars Volume 12 Nomor 2 Juli 2013 Vol 12, No 2 (2013): Nalars Volume 12 Nomor 2 Juli 2013 Vol 12, No 1 (2013): NALARs Volume 12 Nomor 1 Januari 2013 Vol 12, No 1 (2013): NALARs Volume 12 Nomor 1 Januari 2013 Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012 Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012 Vol 11, No 1 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 1 Januari 2012 Vol 11, No 1 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 1 Januari 2012 Vol 10, No 2 (2011): NaLARs Volume 10 Nomor 2 Juli 2011 Vol 10, No 2 (2011): NaLARs Volume 10 Nomor 2 Juli 2011 Vol 10, No 1 (2011): NALARs Volume 10 Nomor 1 Januari 2011 Vol 10, No 1 (2011): NALARs Volume 10 Nomor 1 Januari 2011 Vol 9, No 2 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 Vol 9, No 2 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 Vol 9, No 1 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 1 Januari 2010 Vol 9, No 1 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 1 Januari 2010 Vol 8, No 2 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 2 Juli 2009 Vol 8, No 2 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 2 Juli 2009 Vol 8, No 1 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 1 Januari 2009 Vol 8, No 1 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 1 Januari 2009 More Issue